Sponsor

Malu

Idza Lam Tastahyi Fasnak Ma syi’ta, bila engkau tidak malu, maka berbuatlah sesukamu. Dalam bahasa lain, seolah olah rasulullah ingin mengatakan pada kita: bila engkau tidak malu berbuat maksiat maka niscaya engkau akan celaka dalam hidupmu, Didunia dan akhirat. Subhanallah, begitu sayangnya beliau kepada kita ummatnya. Sebelum lanjut membaca catatan ini, mari kita berhenti sejenak, kita persembahkan sholawat kepada nabi, Allahumma Sholli Ala Muhammad sayyidil mursalin. Sekarang mari kita renungi hikmah yang tersirat dalam sabda nabi diatas, kita pupuk hati dengan ilmu lalu kita amalkan, sedikit namun continu dilakukan. Insya Allah lebih barokah. karena sesungguhnya ilmu yang dapat mendekatkan diri kita kepada Allah jauh lebih baik dari pada dunia dan seisinya, inilah nasehat Aagym dimajelis dzikir kemaren bersama ustadz yusuf Mansur dan ustadz arifn ilham. Ma’af saya hanya ingin berbagi bukan menggurui. Sebagai bentuk dakwah, terutama kepada saya pribadi, juga kepada siapa saja yang membacanya. Malu pada hakikatnya adalah simbol iman bagi seorang muslim, bila ia malu maka ia bisa dikatakan beriman, namun bila ia tidak memilki rasa malu sedikitpun, ia berarti tidak memiliki iman, lantas, kalau sudah tidak memiliki iman, tentunya ia akan kebingungan menghadapi hidup. Hatinya kotor , maunya maksiat terus dan tak jelas tujuan hidupnya untuk apa dan mau kemana. “( sesungguhnya tujuan akhir seorang mukmin adalah akhirat, dunia hanya sebagai tempat sementara untuk menanam amal)”, iyaa, kita sudah tau bahwa dunia menipu, kita sudah tau bahwa siapa yang memprioritaskan amal untuk kehidupan akhirat ketimbang dunia, maka ia akan selamat. Namun, apakah pengetahuan itu sudah kita topang dengan keta’atan pada Allah? Kalau iya, aku ingin berguru. Ingin menjadi sahabatmu, sebab hatiku mudah khianat. Aku ingin lebih banyak lagi berteman dengan orang orang sholeh, yang senantiasa memikirkan bagaimana kondisi kita kelak diliang lahat, bagaimana mempersiapkan kematian dengan amal yang sebaik baiknya. Makanya, satu diantara banyak sikap sikap terpuji lainnya, rasa malu merupakan hal yang penting dalam hidup seorang beriman (Alhaya’u Minal Iyman). Dengan malu, kita akan mendulang kemulyaan diri. Sebaliknya, bila ia tidak malu maka nilai harga dirinya akan rendah dimata manusia, wibawanya sedikit dan bahkan bisa mengantarkan pada murka Allah, suatu contoh, foto-foto yang dipajang di Facebook, tak jarang kita menyaksikan foto foto yang diuplod membuka auratnya (baik laki laki maupun perempuan), bergaya terlalu berlebihan, khususnya wanita, sehingga ia lupa bahwa setiap gerakannya adalah fitnah dan dapat mendatangkan dosa bagi lelaki yang melihatnya. Atau bahkan sampai foto foto yang bergandengan tangan dengan non-muhrim, berduaan, atau sekedar foto bersama dalam ikhtilat yang pasti tercemar fitnah. Contoh lain, Ah, pastilah antum lebih bisa menilai sendiri bukan? Namun sebaiknya, kita periksa diri kita lebih dulu. Jangan jangan selama ini kita telah banyak tanggalkan rasa malu sehingga bak kran bocor, kita enjoy melakukan dosa. Naudzubillah.. Rasanya kita sepakat, bahwa orang melakukan dosa, menyakiti keluarganya, menghina, berbohong, ingkar janji dan lain sebagainya, itu karena tipisnya rasa malu. Malu kepada dirinya dan kepada Allah yang tak pernah lengah dari setiap perbuatan hambanya. Tak bisa dipungkiri, ummat islam sekarang tengah dikepung maksiat, dimana mana maksiat hatta dimasjidpun banyak jebakan jebakan dosa. Terjadi tumpang tindih fitnah yang mengelabui hati kita, Mata kita setiap hari dihidangkan dengan maksiat. Apakah ini yang disebut Gus Mus sebagai Gelombang Gelap dalam puisinya: “Gelombang gelap menyapu negeriku, memedihkan mata dan hatiku” Mari kita renungkan nasehat Ibnu Abbas, sungguh, saya juga tengah berjuang untuk terus perbaikan diri, meski terlalu banyak lemahnya iman dari pada kuatnya. Audzubillahi minassyaitonirrajiym “Sedikitnya rasa malumu terhadap siapa yang berada disebelah kanan dan sebelah kirimu, saat kamu melakukan dosa, itu lebih besar daripada dosa itu sendiri” Bagaimana kawan? Ah, saya sendiri benar benar galau membaca nasehat Ibnu Abbas. Betapa banyak dosa dosa yang kuperbuat tanpa malu sedikitpun, bahkan saya pertontonkan kepada teman teman. Astagfirullah, Aminkan kawan, Ya Allah, jadikan kami hamba yang bertaubat lalu kau terima dengan cinta yang semerbak, sebelum engkau benar benar mencabut nyawa kami yang rahasia.

Menjadi Ahlullah dengan Al-Qur’an

Tertulis di atas helaian kertas putih dengan tinta hitam yang meninggalkan atsar, berharap angin membawanya kepada hamba Allah yang senantiasa mencintai Al-Qur’an. Al-Qur’an adalah kalamullah. Keutamaannya di atas segala perkataan, seperti keutamaan Allah di atas seluruh ciptaan-Nya. Membacanya adalah amalan yang paling utama dilakukan oleh lisan. Diantara keutamaan membaca, mempelajari dan mengajarkan Al-Qur’an adalah: • Pahala bagi yang membacanya. Diriwayatkan oleh Tirmidzi, Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah (Al-Qur’an) maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh kali lipat.” Begitu jelas dipaparkan oleh Rasulullah SAW bagaimana Allah membalas hamba-Nya yang senantiasa memuliakan Al-Qur’an. Maka sudahkan hari ini kita membacanya? Semoga Allah SWT menjadikan kita senantiasa dekat dengan al Qur’an dan menjadikan hati kita hidup dengan cahaya al Qur’an, Aamiin. • Pahala bagi yang mengajarkannya. “Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al Qur’an dan yang mengajarkannya”, sabda Rasulullah SAW dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Bukhari. Subhanallah, betapa adilnya Allah SWT kepada hamba-Nya. Bahwa setiap muslim yang membaca Al-Qur’an dengan ikhlas karena Allah, maka dia akan mendapatkan pahala. Bahkan pahala ini akan dilipat gandakan jika disertai dengan kehadiran hati, penghayatan, dan pemahaman terhadap ayat yang dibacanya. • Keutamaan mempelajari al Qur’an, menghafal dan pandai membacanya. “Perumpamaan orang yang membaca al Qur’an sehingga dia hafal, maka bersamanya malaikat yang suci dan mulia. Sedangkan perumpamaan orang yang membaca al Qur’an dan mengamalkannya meskipun sulit baginya untuk mengerjakan amalan tersebut, maka baginya dua pahala”. (Muttafaqun ‘alaihi). Dan dikatakan kepada ahli Al-Qur’an: “Bacalah, naiklah dan bacalah dengan tartil sebagaimana engkau membacanya di dunia. Karena kedudukanmu terletak pada akhir ayat yang engkau baca”. (HR Tirmidzi). Masya allah, betapa mulia seorang hamba yang senantiasa membersamai Al-Qur’an di dalam hatinya dan di setiap langkahnya. Allah SWT senantiasa menjaganya sehingga dia merasa tenang, tentram dan cukup dalam hidupnya. Namun tidak sedikit pula orang yang hafal dan memahami maknanya memiliki sifat yang jauh dari al Qur’an. Naudzubillah. Semoga Allah menetapkan hati kita di atas jalanNya yang lurus bersama para ahli al Qur’an. Adapun beberapa adab terhadap al Qur’an yang disebutkan Ibnu Katsir dalam kitabnya: - Tidak menyentuh atau membaca al Qur’an kecuali dalam keadaan suci, - Bersiwak sebelum membacanya, - Mengenakan pakaian terbaik, - Menghadap kiblat, - Berhenti membaca ketika menguap, - Fokus dan tidak memotong bacaan, - Ketika membaca ayat yang berisi janji, hendaknya berhenti untuk memohon kebaikan kepada Allah. Dan ketika membaca ayat yang berisi ancaman, hendaknya berhenti membaca dan memohon perlindungan kepada Allah untuk dihindarkan dari ancaman, - Senantiasa menjaga al Qur’an dengan meletakkannya di tempat yang baik. “Bacalah al Qur’an karena dia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat bagi para pembacanya”. (HR. Muslim) Semoga goresan tinta ini dapat memberikan manfaat bagi kita serta bagi hamba-hamba Allah yang senantiasa mencintai al qur’an. Wallaahua’lam. Lailah el Badr (Semester I Kuliah)